DEMI gadis pejuaan hati, orang nomor satu di Yogyakarta pernah naik kereta ekonomi ke Jakarta. Bahkan ia naik bus kota.
Wenri Wanhar � Jawa Pos National Network
Penghujung tahun 1960-an, Tatiek Drajad Suprihastuti berangkat ke Yogyakarta dari Jakarta. Eyang kakungnya RW Karti Sastro Sudirdjo berpulang.
Tiga hari pemudi ibukota itu menginap di rumah leluhurnya di Kampung Suronatan, Jeron Beteng, bersebelahan dengan tembok keraton Yogyakarta.
Suatu waktu, Herjuno yang sedang asyik makan bakmi dengan kawan-kawannya terkesiap melihat sesosok gadis melintas dan masuk dalam gang. Saat pandangan pertama ini tak ada tegur sapa.
Di lain kesempatan�entah disengaja atau bagaimana�Herjuno mendapati Tatiek melintas, lagi-lagi saat makan bakmi dengan kawan-kawan sepermainannya.
Kali ini, Tatiek yang beriringan dengan sepupunya Yanti, tiba-tiba menghentikan langkah mendengar tegur sapa dari anak-anak muda di warung bakmi.
Mereka menyatakan ingin berkenalan dengan Jeng Tatiek. Dan Herjuno, �didorong-dorong oleh teman-temannya,� tulis buku G.K.R. Hemas�Ratu di Hati Rakyat yang dieditori Indra Syamsi.
Mereka pun berkenalan dan bersalaman. Saat itu Tatiek tidak tahu latar belakang pemuda yang berkenalan dengannya. �Bahkan cenderung tidak peduli,� tulis Indra.
Namanya Juga Cinta
Mereka pelesir ke Kaliurang. �Saat berwisata itu kan ada komunikasi. Saya perlu tahu dia sudah punya pacar atau tidak. Kalau saya saat itu sedang tidak berpacaran,� kenang Herjuno yang kelak bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagaimana dicuplik dari buku biografi Ratu Hemas.
Penasaran dengan Tatiek, beberapa bulan kemudian Herjuno berkirim surat ke Jakarta. Surat berbalas surat.
Herjuno pun nekad mengapeli sang pujaan hati. Kadangkala naik mobil, tapi lebih sering naik kereta ekonomi.
Demi cinta, putra mahkota harus menaiki bus kota Jakarta untuk pertamakali. Biasanya sepasang muda-mudi itu nonton di bioskop Megaria, Cikini, Jakarta Pusat.
Saat itu sang pangeran bukan pemuda berkantong tebal. Dia mencari uang sendiri dengan menjadi tukang foto keliling.
Saat berdua-duaan, Herjuno merayu perempuan tomboy berambut pendek yang gemar menggunakan celana panjang itu dengan menyanyikan tembang Jawa. Tatiek mengaku geli. Apalagi dia tak mengerti bahasa Jawa.
Tidak sekali dua Herjuno apel ke Jakarta. Dia pandai pula mengambil hati orang tua Tatiek. Obrolan dengan calon mertua nyambung, sebab kakek Tatiek pernah jadi abdi dalem keraton Yogya.
Bagi perempuan kelahiran Jakarta, 31 Oktober 1952 itu, Herjuno bukanlah pria pertama yang mendekatinya. Karena gadis ini doyan ngebut-ngebutan, ia pernah dekat dengan pembalab. Tapi, orang tuanya lebih memilih Herjuno.
Tatik kuliah di jurusan Seni Rupa Universitas Trisakti. Belum tamat, putri Kolonel Soepono, Direktur Keuangan Pindad ini melanjutkan kuliah ke Jerman. Hanya saja, atas saran ibunya dia kembali ke tanah air untuk menikah dengan Herjuno.
Tatiek kemudian bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Dan Herjuno, Sang Pangeran Mangkubumi, sekian tahun kemudian dinobatkan menjadi Sultan HB X setelah punya anak.
(sumber)
0 komentar:
Posting Komentar