Otakku ini seperti paradoks yang lucu. Mudah sekali lupa, tapi menyimpan rapi segala memori tentangmu. Bahkan setelah bertahun-tahun kamu berlalu, sekecil apapun kenangan kita, aku masih mengingatnya.
Mungkin, karena kamu adalah sosok yang begitu aku inginkan. Senyummu yang meluluhkan hati, gombalanmu yang garing tapi bikin kangen, dan segala bentuk perhatian yang dulu pernah kamu berikan. Singkat kata, you�re bundle of my happiness.
Tapi, aku bisa apa jika sudah berhadapan dengan takdir? Inginku masih tetap bersamamu, namun Tuhan berkata lain. Jalan hidupku digariskan tidak lagi bersinggungan dengan jalanmu. Kisah kita usai, cerita kita terpuruk waktu, tapi entah kenapa aku masih�.merindukanmu.
Sampai hari ini, aku masih merindukan suara khasmu menjawab teleponku. Sesederhana kamu mengiyakan permintaanku, ataupun hanya sepatah kata i love you. Belum lagi melihat kamu makan dengan lahap hasil masakanku yang acak adul itu. Kamu menghabiskannya dan menghiburku dengan pujian manismu.
Cintaku padamu seperti angin yang terus berhembus, tak terlihat namun selalu terasa, walau mungkin kamu sudah lupa. Aku masih di sini, berlutut kepada Tuhan untuk membuatmu kembali, setidaknya satu kali lagi. Iya, sesungguh itu aku menginginkanmu.
Ingatkah kamu, saat kamu bertanya kepadaku. �Why you love me so much?�
Dan aku tidak punya jawabannya, dan hanya memberikan argumen sekenanya. �Mungkin, aku sudah gila.�
Karena kamu membuatku kecanduan, lebih dari sebungkus heroine atau obat terlarang. Aku ketagihan untuk bertemu denganmu, rasa cintaku berubah menjadi obsesi untuk terus menggenggam tanganmu.
Setelah kamu pergi, hidupku seperti sepeda kehilangan kendali. Meluncur tak tentu arah, segalanya terasa salah. Hatiku hancur seperti cermin yang remuk setelah terjatuh, duniaku terasa runtuh. Aku menangis berhari-hari, menyesali kenapa kisah cinta kita harus berakhir seperti ini.
Hingga detik ini aku menulis sepucuk rindu untukmu, rasa cintaku masih ada dan tetap sama. Masih sebesar dulu, saat kamu masih di sampingku.
Betapa aku merindukan obrolan panjang yang berkualitas denganmu. Atau sekadar menonton film hasil menyewa di rental dan mengomentari setiap adegannya. Kita memang kerap melakukan hal bodoh bersama, dan aku menyukainya.
Hanya denganmu, aku merasa duniaku penuh warna. Kamu seperti sekotak crayon yang mewarnai hitam putih hidupku, menggambar pelangi di langitku yang abu-abu.
Cinta memang tak bisa diukur apalagi diprediksi. Semoga kamu membaca sekelumit ceritaku ini, dan menyadari bahwa kisah kita terlalu manis untuk dilupakan.
Ketika kamu tersesat dan tak tahu ke mana harus pulang, kembalilah ke jalan yang pernah kamu susuri denganku. Aku menunggumu dengan setia, hingga akhir waktu.
(sumber)
Mungkin, karena kamu adalah sosok yang begitu aku inginkan. Senyummu yang meluluhkan hati, gombalanmu yang garing tapi bikin kangen, dan segala bentuk perhatian yang dulu pernah kamu berikan. Singkat kata, you�re bundle of my happiness.
Tapi, aku bisa apa jika sudah berhadapan dengan takdir? Inginku masih tetap bersamamu, namun Tuhan berkata lain. Jalan hidupku digariskan tidak lagi bersinggungan dengan jalanmu. Kisah kita usai, cerita kita terpuruk waktu, tapi entah kenapa aku masih�.merindukanmu.
Sampai hari ini, aku masih merindukan suara khasmu menjawab teleponku. Sesederhana kamu mengiyakan permintaanku, ataupun hanya sepatah kata i love you. Belum lagi melihat kamu makan dengan lahap hasil masakanku yang acak adul itu. Kamu menghabiskannya dan menghiburku dengan pujian manismu.
Cintaku padamu seperti angin yang terus berhembus, tak terlihat namun selalu terasa, walau mungkin kamu sudah lupa. Aku masih di sini, berlutut kepada Tuhan untuk membuatmu kembali, setidaknya satu kali lagi. Iya, sesungguh itu aku menginginkanmu.
Ingatkah kamu, saat kamu bertanya kepadaku. �Why you love me so much?�
Dan aku tidak punya jawabannya, dan hanya memberikan argumen sekenanya. �Mungkin, aku sudah gila.�
Karena kamu membuatku kecanduan, lebih dari sebungkus heroine atau obat terlarang. Aku ketagihan untuk bertemu denganmu, rasa cintaku berubah menjadi obsesi untuk terus menggenggam tanganmu.
Setelah kamu pergi, hidupku seperti sepeda kehilangan kendali. Meluncur tak tentu arah, segalanya terasa salah. Hatiku hancur seperti cermin yang remuk setelah terjatuh, duniaku terasa runtuh. Aku menangis berhari-hari, menyesali kenapa kisah cinta kita harus berakhir seperti ini.
Hingga detik ini aku menulis sepucuk rindu untukmu, rasa cintaku masih ada dan tetap sama. Masih sebesar dulu, saat kamu masih di sampingku.
Betapa aku merindukan obrolan panjang yang berkualitas denganmu. Atau sekadar menonton film hasil menyewa di rental dan mengomentari setiap adegannya. Kita memang kerap melakukan hal bodoh bersama, dan aku menyukainya.
Hanya denganmu, aku merasa duniaku penuh warna. Kamu seperti sekotak crayon yang mewarnai hitam putih hidupku, menggambar pelangi di langitku yang abu-abu.
Cinta memang tak bisa diukur apalagi diprediksi. Semoga kamu membaca sekelumit ceritaku ini, dan menyadari bahwa kisah kita terlalu manis untuk dilupakan.
Ketika kamu tersesat dan tak tahu ke mana harus pulang, kembalilah ke jalan yang pernah kamu susuri denganku. Aku menunggumu dengan setia, hingga akhir waktu.
(sumber)
0 komentar:
Posting Komentar