Kasus penganiayaan diduga terjadi di sebuah sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di Pati, Jawa Tengah,. Seorang anak laki-laki berinisial KF (13) mengaku menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah guru di ruang kelas.
Akibat peristiwa itu KF mengalami trauma, mual dan muntah gara-gara 'dikeroyok' oleh gurunya.
Kepada Tribunnews.com, kakak korban bernama Endang membenarkan kejadian tersebut. Menurut Endang, kejadian itu berawal saat delapan siswa--termasuk KF--diminta untuk melepas seragam atasan lantaran tidak mengenakan papan nama alias name tag.
"Guru yang menyuruh bernama Imam. Beliau merupakan guru elektronika," tutur Endang. Endang mengatakan, KF lalu meminjam seragam dari temannya. Sepulang sekolah sekitar pukul 13.00 WIB, imbuh Endang, KF kembali ke ruang guru untuk mengambil seragam dari wali kelasnya yang bernama Narti.
"Saat adik saya ambil baju, Bu Narti bilang 'kuwe ki pancen bjg' (RED--singkatan kata dari bajingan). Tapi dia diam saja dan memakai seragamnya," ujar Endang.. Selesai mengenakan baju, KF kembali dipanggil oleh gurunya tersebut. "Begitu mendekat, langsung kepala adik saya dikeplaki," kata Endang.
Tidak cukup 'mengeplak', guru lain yang merupakan guru Bahasa Indonesia bernama Tatik juga ikut menganiaya.
Endang mengatakan guru bernama Tatik tersebut menyodok KF menggunakan gagang sapu hingga beberapa kali. Berdasarkan pengakuan sang adik, Endang mengatakan KF dipukuli di bagian wajah, telinga dan belakang kepala. Tak cuma itu, telinga KF juga dijewer-jewer. "Kata adik saya, guru itu menyodok dengan gagang sapu sebanyak lebih dari 15 kali. Bukan cuma itu, selagi di disodok, adik saya juga dipukuli bertubi-tubi," tutur Endang.
Tidak cukup 'mengeplak', guru lain yang merupakan guru Bahasa Indonesia bernama Tatik juga ikut menganiaya.
Endang mengatakan guru bernama Tatik tersebut menyodok KF menggunakan gagang sapu hingga beberapa kali. Berdasarkan pengakuan sang adik, Endang mengatakan KF dipukuli di bagian wajah, telinga dan belakang kepala. Tak cuma itu, telinga KF juga dijewer-jewer. "Kata adik saya, guru itu menyodok dengan gagang sapu sebanyak lebih dari 15 kali. Bukan cuma itu, selagi di disodok, adik saya juga dipukuli bertubi-tubi," tutur Endang.
Selain kedua guru itu, lanjut Endang, seorang guru bernama Tulus juga ikut menganiaya dengan menarik-narik rambut bagian jambang KF. "Adik saya mengaku sakit sampai teriak-teriak, namun teriakan itu tidak digubris," aku Endang. Mirisnya, penganiayaan yang berlangsung lama, hanya disaksikan oleh para guru yang didekatnya. amun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
"Tapi salah satu guru sempat berteriak histeris 'bu tolong jangan dipukuli, itu anak orang bu'. Namun teriakan itu tidak digubris," jelas Endang. Sepulang dari sekolah, KF mampir ke tempat penitipan sepeda di dekat sekolah. Di sana, KF mengaku mual, sakit dan ingin muntah.
Alhasil, imbuh Endang, KF sempat tertidur di tempat penitipan sepeda tersebut karena tidak kuat melanjutkan perjalanan pulang. Sesampai di rumah, keluarga memergoki luka memar di wajah. Sempat emoh bilang, akhirnya KF pun mengaku 'dikeroyok' para gurunya.
"Tapi salah satu guru sempat berteriak histeris 'bu tolong jangan dipukuli, itu anak orang bu'. Namun teriakan itu tidak digubris," jelas Endang. Sepulang dari sekolah, KF mampir ke tempat penitipan sepeda di dekat sekolah. Di sana, KF mengaku mual, sakit dan ingin muntah.
Alhasil, imbuh Endang, KF sempat tertidur di tempat penitipan sepeda tersebut karena tidak kuat melanjutkan perjalanan pulang. Sesampai di rumah, keluarga memergoki luka memar di wajah. Sempat emoh bilang, akhirnya KF pun mengaku 'dikeroyok' para gurunya.
Tak hanya itu, akibat pengeroyokan tersebut, KF tidak mau masuk sekolah karena trauma. Keesokan harinya, kakak KF yang bernama Ira (29) mendatangi pihak sekolah. Namun, di sana, sang kakak hanya bertemu staf humas sekolah. "Ira minta bertemu dengan kepala sekolah dan wali kelas. Dia ingin mengadu dan meminta solusi," tutur Endang.
Namun, kata Endang, humas melarang Ira bertemu kepsek dan wali kelas dengan alasan tidak bisa bertemu langsung karena masalah prosedur. "Pihak humas mengaku tidak bisa terima sebelum terkumpul banyak pengaduan dari murid lain terkait kasus yang menimpa KF," ujar Endang, Setelah terkumpul, kata KF, pengaduan akan dikirimkan ke bimbingan konseling dan baru dibawa ke kepsek. Jadi, tidak bisa jika satu kasus diproses begitu saja.
Menurut Endang, dari beberapa informasi siswa di sekolah itu, ada lebih dari lima di antaranya yang cerita ke Ira soal guru-guru yang diduga melakukan penganiayaan.
Namun, kata Endang, humas melarang Ira bertemu kepsek dan wali kelas dengan alasan tidak bisa bertemu langsung karena masalah prosedur. "Pihak humas mengaku tidak bisa terima sebelum terkumpul banyak pengaduan dari murid lain terkait kasus yang menimpa KF," ujar Endang, Setelah terkumpul, kata KF, pengaduan akan dikirimkan ke bimbingan konseling dan baru dibawa ke kepsek. Jadi, tidak bisa jika satu kasus diproses begitu saja.
Menurut Endang, dari beberapa informasi siswa di sekolah itu, ada lebih dari lima di antaranya yang cerita ke Ira soal guru-guru yang diduga melakukan penganiayaan.
"Kata mereka, Bu Narti dan Pak Tulus memang terkenal suka main tangan," tutur Endang.
Hingga berita ini disusun, Tribun masih mencoba untuk mengonfirmasi pihak sekolah terkait kasus dugaan penganiayaan ini. Sejauh ini, pihak keluarga korban belum melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke polisi.
Hingga berita ini disusun, Tribun masih mencoba untuk mengonfirmasi pihak sekolah terkait kasus dugaan penganiayaan ini. Sejauh ini, pihak keluarga korban belum melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke polisi.
(sumber)
0 komentar:
Posting Komentar